Kamis, 05 April 2012

“Syi’ir Tanpo Waton” Gus Dur

أَسْتَغْفِرُ اللهْ رَبَّ الْبَرَايَا * أَسْتَغْفِرُ اللهْ مِنَ الْخَطَايَا
رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا نَافِعَا * وَوَفِّقْنِي عَمَلاً صَالِحَا
ياَ رَسُولَ اللهْ سَلاَمٌ عَلَيْكْ * يَا رَفِيْعَ الشَّانِ وَ الدَّرَجِ
عَطْفَةً يَّاجِيْرَةَ الْعَالَمِ * ( يَا أُهَيْلَ الْجُودِ وَالْكَرَمِ

Ngawiti ingsun nglaras syi’iran …. (aku memulai menembangkan syi’ir)
Kelawan muji maring Pengeran …. (dengan memuji kepada Tuhan)
Kang paring rohmat lan kenikmatan …. (yang memberi rohmat dan kenikmatan)
Rino wengine tanpo pitungan 2X …. (siang dan malamnya tanpa terhitung)
Duh bolo konco priyo wanito …. (wahai para teman pria dan wanita)
Ojo mung ngaji syareat bloko …. (jangan hanya belajar syari’at saja)
Gur pinter ndongeng nulis lan moco … (hanya pandai bicara, menulis dan membaca)
Tembe mburine bakal sengsoro 2X …. (esok hari bakal sengsara)
Akeh kang apal Qur’an Haditse …. (banyak yang hapal Qur’an dan Haditsnya)
Seneng ngafirke marang liyane …. (senang mengkafirkan kepada orang lain)
Kafire dewe dak digatekke …. (kafirnya sendiri tak dihiraukan)
Yen isih kotor ati akale 2X …. (jika masih kotor hati dan akalnya)

Gampang kabujuk nafsu angkoro …. (gampang terbujuk nafsu angkara)
Ing pepaese gebyare ndunyo …. (dalam hiasan gemerlapnya dunia)
Iri lan meri sugihe tonggo … (iri dan dengki kekayaan tetangga)
Mulo atine peteng lan nisto 2X … (maka hatinya gelap dan nista)
Ayo sedulur jo nglaleake …. (ayo saudara jangan melupakan)
Wajibe ngaji sak pranatane … (wajibnya mengkaji lengkap dengan aturannya)
Nggo ngandelake iman tauhide … (untuk mempertebal iman tauhidnya)
Baguse sangu mulyo matine 2X …. (bagusnya bekal mulia matinya)
Kang aran sholeh bagus atine …. (Yang disebut sholeh adalah bagus hatinya)
Kerono mapan seri ngelmune … (karena mapan lengkap ilmunya)
Laku thoriqot lan ma’rifate …. (menjalankan tarekat dan ma’rifatnya)
Ugo haqiqot manjing rasane 2 X … (juga hakikat meresap rasanya)
Al Qur’an qodim wahyu minulyo … (Al Qur’an qodim wahyu mulia)
Tanpo tinulis biso diwoco … (tanpa ditulis bisa dibaca)
Iku wejangan guru waskito … (itulah petuah guru mumpuni)
Den tancepake ing jero dodo 2X … (ditancapkan di dalam dada)
Kumantil ati lan pikiran … (menempel di hati dan pikiran)
Mrasuk ing badan kabeh jeroan …. (merasuk dalam badan dan seluruh hati)
Mu’jizat Rosul dadi pedoman …. (mukjizat Rosul(Al-Qur’an) jadi pedoman)
Minongko dalan manjinge iman 2 X … (sebagai sarana jalan masuknya iman)
Kelawan Alloh Kang Moho Suci … (Kepada Alloh Yang Maha Suci)
Kudu rangkulan rino lan wengi ….. (harus mendekatkan diri siang dan malam)
Ditirakati diriyadohi … (diusahakan dengan sungguh-sungguh secara ihlas)
Dzikir lan suluk jo nganti lali 2X … (dzikir dan suluk jangan sampai lupa)
Uripe ayem rumongso aman … (hidupnya tentram merasa aman)
Dununge roso tondo yen iman … (mantabnya rasa tandanya beriman)
Sabar narimo najan pas-pasan … (sabar menerima meski hidupnya pas-pasan)
Kabeh tinakdir saking Pengeran 2X … (semua itu adalah takdir dari Tuhan)
Kelawan konco dulur lan tonggo … (terhadap teman, saudara dan tetangga)
Kang podho rukun ojo dursilo … (yang rukunlah jangan bertengkar)
Iku sunahe Rosul kang mulyo … (itu sunnahnya Rosul yang mulia)
Nabi Muhammad panutan kito 2x …. (Nabi Muhammad tauladan kita)
Ayo nglakoni sakabehane … (ayo jalani semuanya)
Alloh kang bakal ngangkat drajate … (Allah yang akan mengangkat derajatnya)
Senajan asor toto dhohire … (Walaupun rendah tampilan dhohirnya)
Ananging mulyo maqom drajate 2X … (namun mulia maqam derajatnya di sisi Allah)
Lamun palastro ing pungkasane … (ketika ajal telah datang di akhir hayatnya)
Ora kesasar roh lan sukmane … (tidak tersesat roh dan sukmanya)
Den gadang Alloh swargo manggone … (dirindukan Allah surga tempatnya)
Utuh mayite ugo ulese 2X … (utuh jasadnya juga kain kafannya)

ياَ رَسُولَ اللهْ سَلاَمٌ عَلَيْكْ * يَا رَفِيْعَ الشَّانِ وَ الدَّرَجِ
عَطْفَةً يَّاجِيْرَةَ الْعَالَمِ * يَا أُهَيْلَ الْجُودِ وَالْكَرَمِ
read more

Selasa, 03 April 2012

wanita Sholekhah

Tidak banyak syarat yang dikenakan oleh Islam untuk seseorang wanita untuk menerima gelar solehah, dan seterusnya menerima pahala syurga yang penuh kenikmatan dari Allah s.w.t.

Mereka hanya perlu memenuhi 2 syarat saja yaitu:
1. Taat kepada Allah dan RasulNya
2. Taat kepada suami

Perincian dari dua syarat di atas adalah sebagai berikut:

1. Taat kepada Allah dan RasulNya

Bagaimana yang dikatakan taat kepada Allah s.w.t. ?
- Mencintai Allah s.w.t. dan Rasulullah s.a.w. melebihi dari segala-galanya.
- Wajib menutup aurat
- Tidak berhias dan berperangai seperti wanita jahiliah
- Tidak bermusafir atau bersama dengan lelaki dewasa kecuali ada bersamanya
- Sering membantu lelaki dalam perkara kebenaran, kebajikan dan taqwa
- Berbuat baik kepada ibu & bapa
- Sentiasa bersedekah baik dalam keadaan susah ataupun senang
- Tidak berkhalwat dengan lelaki dewasa
- Bersikap baik terhadap tetangga

2. Taat kepada suami
- Memelihara kewajipan terhadap suami
- Sentiasa menyenangkan suami
- Menjaga kehormatan diri dan harta suaminya selama suami tiada di rumah.
- Tidak cemberut di hadapan suami.
- Tidak menolak ajakan suami untuk tidur
- Tidak keluar tanpa izin suami.
- Tidak meninggikan suara melebihi suara suami
- Tidak membantah suaminya dalam kebenaran
- Tidak menerima tamu yang dibenci suaminya.
- Sentiasa memelihara diri, kebersihan fisik & kecantikannya serta rumah tangga


FAKTOR YANG MERENDAHKAN MARTABAT WANITA
---------------------------------------

Sebenarnya puncak rendahnya martabat wanita adalah datang dari faktor dalam. Bukanlah faktor luar atau yang berbentuk material sebagaimana yang digembar-gemborkan oleh para pejuang hak-hak palsu wanita.

Faktor-faktor tersebut ialah:

1) Lupa mengingat Allah

Kerana terlalu sibuk dengan tugas dan kegiatan luar atau memelihara anak-anak, maka tidak heran jika banyak wanita yang tidak menyadari bahwa dirinya telah lalai dari mengingat Allah. Dan saat kelalaian ini pada hakikatnya merupakan saat yang paling berbahaya bagi diri mereka, di mana syetan akan mengarahkan hawa nafsu agar memainkan peranannya.

Firman Allah s.w.t. di dalam surah al-Jathiah, ayat 23: artinya:

" Maka sudahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmunya. Dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya."

Sabda Rasulullah s.a.w.: artinya:
"Tidak sempurna iman seseorang dari kamu, sehingga dia merasa cenderung kepada apa yang telah aku sampaikan." (Riwayat Tarmizi)

Mengingati Allah s.w.t. bukan saja dengan berzikir, tetapi termasuklah menghadiri majlis-majlis ilmu.

2) Mudah tertipu dengan keindahan dunia

Keindahan dunia dan kemewahannya memang banyak menjebak wanita ke perangkapnya. Bukan itu saja, malahan syetan dengan mudah memperalatkannya untuk menarik kaum lelaki agar sama-sama bergelimang dengan dosa dan noda.
Tidak sedikit yang sanggup durhaka kepada Allah s.w.t. hanya kerana kenikmatan dunia yang terlalu sedikit.

Firman Allah s.w.t. di dalam surah al-An'am: artinya:

" Dan tidaklah penghidupan dunia ini melainkan permainan dan kelalaian dan sesungguhnya negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, oleh karena itu tidakkah kamu berfikir."

3) Mudah terpedaya dengan syahwat
4) Lemah iman
5) Bersikap suka menunjuk-nunjuk.


Ad-dunya mata' , khoirul mata' al mar'atus sholich
Dunia adalah perhiasan, perhiasan dunia yang baik adalah Wanita sholihah.

read more

Dek fara El_ma'muen: Kewajiban Suami Terhadap Istri

read more

Kewajiban Suami Terhadap Istri

Nas-nas Al Quran dan hadis:

  1. Allah Taala berfirman, yang bermaksud:
    "Dan gaulilah mereka (isteri-isterimu) dengan cara sebaik-baiknya." (An Nisa 19)
  2. Dan Allah berfirman lagi:
    'Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban menurut cara yang baik akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan atas isterinya." (Al Baqarah : 228)
  3. Diceritakan dari Nabi SAW bahwa baginda bersabda pada waktu haji widak (perpisahan) setelah baginda memuji Allah dan menyanjung-Nya serta menasehati para hadirin yang maksudnya:
    'Ingatlah (hai kaumku), terimalah pesanku untuk berbuat baik kepada para isteri, isteri-isteri itu hanyalah dapat diumpamakan kawanmu yang berada di sampingmu, kamu tidak dapat memiliki apa-apa dari mereka selain berbuat baik, kecuali kalau isteri-isteri itu melakukan perbuatan yang keji yang jelas (membangkang atau tidak taat) maka tinggalkanlah mereka sendirian di tempat tidur dan pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukai. Kalau isteri-isteri itu taat kepadamu maka janganlah kamu mencari jalan untuk menyusahkan mereka.
    Ingatlah! Sesungguhnya kamu mempunyai kewajiban terhadap isteri-isterimu dan sesungguhnya isteri-isterimu itu mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap dirimu. Kemudian kewajiban isteri-isteri terhadap dirimu ialah mereka tidak boleh mengijinkan masuk ke rumahmu orang yang kamu benci. Ingatlah! Kewajiban terhadap mereka ialah bahwa kamu melayani mereka dengan baik dalam soal pakaian dan makanan mereka.

    (Riwayat Tarmizi dan Ibnu Majah)
  4. Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud:
    "Kewajiban seorang suami terhadap isterinya ialah suami harus memberi makan kepadanya jika ia makan dan memberi pakaian kepadanya jika ia berpakaian dan tidak boleh memukul mukanya dan tidak boleh memperolokkan dia dan juga tidak boleh meninggalkannya kecuali dalam tempat tidur (ketika isteri membangkang)." (Riwayat Abu Daud)
  5. Nabi SAW bersabda yang bermaksud:
    "Siapa saja seorang laki-laki yang menikahi perempuan dengan mas kawin sedikit atau banyak sedangkan dalam hatinya ia berniat untuk tidak memberikan hak perempuan tersebut (mas kawinnya) kepadanya. maka ia telah menipunya, kemudian jika ia meninggal dunia, sedang ia belum memberi hak perempuan tadi kepadanya maka ia akan menjumpai Allah pada hari Kiamat nanti dalam keadaan berzina."
  6. Nabi SAW bersabda yang bermaksud
    "Sesungguhnya yang termasuk golongan mukmin yang paling sempurna imannya ialah mereka yang baik budi pekertinya dan mereka yang lebih halus dalam mempergauli keluarganya (isteri anak-anak dan kaum kerabatnya). "
  7. Nabi SAW bersabda yang bermaksud :
    "Orang-orang yang terbaik dan kamu sekalian ialah mereka yang lebih baik dan kamu dalam mempergauli keluarganya dan saya adalah orang yang terbaik dari kamu sekalian dalam mempergauli keluargaku." (Riwayat lbnu Asakir)
  8. Diceritakan dari Nabi SAW bahwa baginda bersabda yang bermaksud:
    "Barang siapa yang sabar atas budi pekerti isterinya yang buruk, maka Allah memberinya pahala sama dengan pahala yang diberikan kepada Nabi Ayub a.s karena sabar atas cobaan-Nya." ( Cobaan ke alas Nabi Ayub ada empat hal: Habis harta bendanya., Meninggal dunia semua anaknya., Hancur badannya., Dijauhi oleh manusia kecuali isterinya benama Rahmah )
    " Dan seorang isteri yang sabar atas budi pekerti suaminya yang buruk akan diberi oleh Allah pahala sama dengan pahala Asiah isteri Firaun".
  9. Al Habib Abdullah Al Haddad berkata:
    "seorang laki-laki yang sempurna adalah dia yang mempermudah dalam kewajiban-kewajiban kepadanya dan tidak mempermudah dalam kewajiban-kewajibannya kepada Allah. Dan seorang laki-laki yang kurang ialah dia yang bersifat sebaliknya."
    Maksud dan penjelasan ini ialah seorang suami yang bersikap sudi memaafkan jika isterinya tidak menghias dirinya dan tidak melayaninya dengan sempurna dan lain-lain tetapi ia bersikap tegas jika isterinya tidak melakukan sholat atau puasa dan lain-lain, itulah suami yang sempurna. Dan seorang suami yang bersikap keras jika isterinya tidak menghias dirinya atau tidak melayaninya dengan sempurna dan lain-lain tetapi bersikap acuh tak acuh (dingin) jika isteri meninggalkan kewajiban-kewajiban kepada Allah seperti sholat, puasa dan lain-lain, dia seorang suami yang kurang.
  10. Dianjurkan bagi seorang suami memperhatikan isterinya (dan mengingatkannya dengan nada yang lembut/halus) dan menafkahinya sesuai kemampuannya dan berlaku tabah (jika disakiti oleh isterinya) dan bersikap halus kepadanya dan mengarahkannya ke jalan yang baik dan mengajamya hukum-hukum agama yang perlu diketahui olehnya seperti bersuci, haid dan ibadah-ibadah yang wajib atau yang sunat.
  11. Allah Taala berfirman yang bermaksud:
    'Hai orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu dan ahli keluargamu dari api Neraka." (At Tahrim : 6)
    Ibnu Abbas berkata:
    "Berilah pengetahuan agama kepada mereka dan berilah pelajaran budi pekerti yang bagus kepada mereka."
    Dan Ibnu Umar dari Nabi SAW bahwa baginda bersabda: 'Tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang imam yang memimpin manusia adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab at,is rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dalam mengurusi ahli keluarganya. Ia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang isteri adalah pemimpin dalam rumah tangganya dan bertanggung jawab alas keluarganya. Seorang hamba adalah pemimpin dalam mengurus harta tuannya, ia bertanggung jawab atas peliharaannya. Seorang laki-laki itu adalah pemimpin dalam mengurusi harta ayahnya, ia bertanggung jawab atas peliharaannya. Jadi setiap kamu sekalian adalah pemimpin dan setiap kamu harus bertanggung jawab alas yang dipimpinnya." (Muttafaq 'alai )
  12. Nabi SAW bersabda yang bermaksud: "Takutlah kepada Allah dalam memimpin isteri-istrimu , karena sesungguhnya mereka adalah amanah yang berada disampingmu, barangsiapa tidak memerintahkan sholat kepada isterinya dan tidak mengajarkan agama kepadanya, maka ia telah berkhianat kepada Allah dan Rasul-Nya."
  13. Allah Taala berfirman yang bermaksud:
    "Perintahkanlah keluargamu agar melakukan sholat." (Thaha:132)
  14. Diceritakan dan Nabi SAW bahwa baginda bersabda yang bermaksud: "Tidak ada seseorang yang menjumpai Allah swt dengan membawa dosa yang lebih besar daripada seorang suami yang tidak sanggup mendidik keluarganya."

KESIMPULAN TANGGUNG JAWAB SUAMI

  1. Menjadi pemimpin anak isteri di dalam rumah tangga.
  2. Mengajarkan ilmu fardhu 'ain (wajib) kepada anak isteri yaitu ilmu tauhid, fiqih dan tasawuf.
    Ilmu tauhid diajarkan supaya aqidahnya sesuai dengan aqidah Ahli Sunnah wal Jamaah.
    Ilmu fiqih diajarkan supaya segala ibadahnya sesuai dengan kehendak agama.
    Ilmu tasawuf diajarkan supaya mereka ikhlas dalam beramal dan dapat menjaga segala amalannya daripada dirusakkan oleh rasa riya' (pamer), bangga, menunjuk-nunjuk orang lain dan lain-lain.
  3. Memberi makan, minum, pakaian dan tempat tinggal dari uang dan usaha yang halal.
    Ada ulama berkata:
    'Sekali memberi pakaian anak isteri yang menyukakan hati mereka dan halal maka suami mendapat pahala selama 70 tahun."
    Tidak menzalimi anak isteri yaitu dengan:
    • Memberikan pendidikan agama yang sempurna.
    • Memberikan nafkah lahir dan batin secukupnya.
    • Memberi nasihat serta menegur dan memberi panduan/ petunjuk jika melakukan maksiat atau kesalahan.
    • Apabila memukul jangan sampai melukakan (melampaui batas).
  4. Memberi nasihat jika isteri gemar bergunjing/bergosip, mengomel serta melakukan sesuatu yang bertentangan dengan perintah agama.
  5. Melayani isteri dengan sebaik-baik pergaulan.
  6. Berbicara dengan isteri dengan lemah-lembut.
  7. Memaafkan keterlanjurannya tetapi sangat memperhatikan kesesuaian tingkah lakunya dengan syariat.
  8. Kurangkan perdebatan.
  9. Memelihara harga diri / kehormatan mereka.
read more

Dek fara El_ma'muen: Qunut dalam Salat Shubuh

read more

Qunut dalam Salat Shubuh

Masalah Qunut dalam Salat Shubuh

Setiap orang yg mendirikan salat disunatkan membaca doa qunut setelah i’tidal dlm rakaat kedua dari salat fardu shubuh. Hal itu didasarkan kpd hadis yg diriwayatkan oleh Imam Muslim dlm Sahih-nya [452]. Dari Muhammad bin Sirin, dia berkata, “Aku bertanya kpd Anas bin Malik r.hu., ‘Apakah Rasulullah Saw berqunut pd salat Shubuh?’ Dia menjawab, ‘Ya, sesaat setelah ruku’.”

Diriwayatkan dari Sayyidina Anas bin Malik r.hu, “Rasulullah saw. terus-menerus berqunut dlm salat fajar (shubuh) sampai berpisah dengan dunia.” [453].

(bersambung)

___

[452] Lihat kitab Sahih Muslim (I: 468 no. 298)

[453] HR Imam Ahmad rah. (III: 162); al-Daruquthny (II: 39); Imam Baihaqy (II: 201) dan lain2 dg isnad sahih. Hadis tersebut juga disahihkan oleh Imam Nawawi dlm al-Majmu’ Syarh Muhadzdzab-nya (III: 504). Dia berkata “Hadis tersebut sahih dan diriwayatkan oleh sejumlah hafizh -penghafal hadis- dan mereka mensahihkannya. Diantara yg mengesahkannya adl al-Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Balkhy, al-Hakim Abu Abdillah dlm beberapa judul kitabnya, dan Imam Baihaqy. Hadis itu diriwayatkan juga oleh al-Daruquthny dari beberapa jalan (sanad) dg isnad2 sahih.”

Menurut pengarang, hadis ini dhaif karena ada Abu Ja’far ar-Razy dan Isa bin Mahan (Haman?) dlm isnadnya. Abu Ja’far itu dhaif dlm meriwayatkan (hadis) dari Mughirah saja, sebagaimana dikatakan oleh para imam ahli hadis yg menganggap bhw Abu Ja’far itu tsiqah (dpt dipercaya). Mereka yg men-tsiqah-kannya spt Yahya bin Muin dan Ali bin al-Madiny. Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Ja’far dari Mughirah. Tetapi dia meriwayatkannya dari ar-Rabi’ bin Anas, sehingga -disini- hadisnya sahih. Berkenaan dg masalah tsb, saya telah membuat karangan yg diberi judul al-Qaul al-Mabtut fi Shihhati Hadits Shalat Ash-Shubh bi al-Qunut.

read more

Dek fara El_ma'muen: Carilah Ilmu sampai ke Negeri Cina

read more

Carilah Ilmu sampai ke Negeri Cina

Sikap suka memperkatakan sesuatu tanpa fakta ilmiah semakin menjadi-jadi. Lebih-lebih lagi terhadap fakta yang melibatkan sumber perundangan Islam dan kreadibiliti alim ulamak itu sendiri. Amat malang sekali, apabila Mufti baru kita kerap kali mengecam para alim ulamak tradisional. Atas alasan kononnya ulamak tradisional bersifat konservatif, menyampaikan ilmu agama tidak berfakta, menokok nambah cerita, membawa riwayat Israeliyyat dan hadis palsu.

Bahkan dalam masa yang sama, Mufti Baru itu dengan angkuh mendakwa bahawa beliau seorang yang berfakta, menekankan aspek kesarjanaa dan membawa tajdid (pembaharuan) dalam memahami agama. Sebenarnya, inilah sebahagian daripada manifestasi sikap yang melampau dalam agama. Sikapnya yang suka mengecam orang lain dan dalam masa yang sama mengangkat diri sendiri sebagai jaguh sarjana amat dikesali. Manakala prinsip tajdid yang dibawanya pula lebih banyak mendatangkan kerosakan dari kebaikan. Jika dianalisa, Tajdid ala Wahhabi yang diperkenalkannya banyak mendatangkan kerancuan diminda masyarakat kita.

Sebagai contoh, Mufti termuda kita (Mufti Perlis) baru-baru ini membuat kenyataan di dalam Berita Harian pada 5hb Januari 2007 bahawa ramai dikalangan ustaz-ustaz kita yang mengajar di masjid dan surau membacakan hadis palsu. Beliau mendakwa bahawa hadis : “Tuntutlah ilmu walau sehingga ke negeri China ” merupakan hadis palsu. Mufti itu mengajak kita supaya merujuk kepada beberapa kitab yang diisyaratkannya. Tetapi beliau sendiri tidak meluahkan isi sebenar kandungan kitab-kitab yang menjadi rujukannya itu. Ini satu metodologi penyembunyian fakta secara terhormat. Dan bukan dari prinsip kesarjanaan dalam Islam.

Marilah kita sama-sama membuka minda untuk menilai status hadis : “Tuntutlah Ilmu walau sehingga ke negeri China ” dengan sejelas-jelasnya. Apakah dakwaan Mufti termuda itu boleh dianggap sebagai satu fakta yang benar?

Sebenarnya, hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Rabi’ di dalam Musnadnya pada Bab Menuntut Ilmu dan kelebihannya hadis bernombor 18. (lihat al-Rabi’ bin Habib bin Umar al-Basri, Musnad al-Rabi’, cetakan Dar al-Hikmah : Bayrut, 1415H, tahkik Muhammad Idris, juz 1 m/s 29)

Hadis ini juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi di dalam Syuab al-Iman, hadis bernombor 1663. (lihat Abu Bakar Ahmad bin Hussein al-Baihaqi, Syuab al-Iman, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah : Bayrut, Cet Pertama, 1410H, tahkik : Muhd Sa’id Basyuni Zaghlul, juz 2 m/s 253). Hadis ini juga disebut di dalam Musnad al-Bazzar bernombor 95. Akan tetapi al-Bazzar menolaknya dengan menarafkan sebagai palsu. Atas alasan Abi ‘Atikah merupakan perawi yang tidak dikenalinya. (Abu Bakar Ahmad bin Amru al-Bazzar, Musnad al-Bazzar, Muassasah Ulum al-Qur’an : Bayrut, Cet Pertama, 1409H, tahkik : Dr Mahfuz al-Rahman Zainullah, juz 1 m/s 75)

Hadis ini juga disebutkan oleh Abi Syujak Syarawaih al-Hamazani di dalam Firdaus bi Ma’tsur al-Khitab bernombor 236. (lihat al-Hamazani, Firdaus bi Matsur al-Khitab, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah : Bayrut, Cet Pertama, tahkik: Muhd Sa’id Basyuni Zaghlul 1986M, juz 1 m/s 78)

Soalnya, apakah para ulamak yang meriwayatkan hadis ini dan mengabadikan di dalam kitab karangan mereka boleh kita kategorikan sebagai pemalsu hadis. Masya Allah, jikalau Tuan Mufti tetap berpendapat sedemikian ternyata Tuan Mufti tidak menguasai seni ilmu hadis. Maksudnya ialah keupayaan dalam memahami kedudukan hadis, kecacatan hadis dan feqh al-Hadis itu sendiri. Justeru, apakah nilai disebalik MA dan PHD hadis yang tuan miliki.

Sekarang marilah kita sama-sama menelusuri perbincangan tentang status hadis ini. Imam Abd Rauf al-Munawi di dalam Fayd al-Qadhir Syarh Jami’ al-Saghir ketika membuat ulasan terhadap hadis ini mengatakan : “Al-Baihaqi mengatakan matannya (hadis ini) masyhur akan tetapi isnadnya dha’if. Dan diriwayatkan daripada (beberapa) sanad yang lain yang sempurna kedudukannya. Manakala Ibn Abd al-Barr di dalam kitabnya Fadhl al-Ilmi (Kelebihan Menuntut Ilmu) meriwayatkan hadis ini daripada Jaafar bin Muhammad al-Zaghuni daripada Ahmad bin Abi Suraij al-Razi daripada Hamad bin Khalid al-Khayyath daripada Tharif bin Salman bin ‘Atikah daripada Anas ‘Ad daripada Muhammad bin Hasan bin Qutaibah daripada Abbas bin Abi Ismail daripada Hassan bin ‘Athiyyah al-Kufi daripada Abi ‘Atikah daripada Anas.

Bagi saya, apa yang dijelaskan oleh Imam al-Munawi ini hamper sama nadanya dengan kenyataan Ibn Hajar al-Asqalani di dalam kitabnya Lisan al-Mizan (Ibn Hajar al-Asqalan, Lisan al-Mizan, Muassasah al-A’lami: Bayrut, Cet ke-3, 1986M, juz 6 m/s 304)

Al-Munawi meneruskan ulasannya : “Dan Ibn Hibban mengatakan hadis ini hadis yang bathil yang tidak ada sumbernya berdasarkan hujjah bahawa al-Hassan (perawi hadis ini) merupakan perawi yang dhaif. Manakala Abi ‘Atikah (merupakan seorang) perawi yang munkar. Dan di dalam kitab al-Mizan dijelaskan bahawa riwayat Abu ‘Atikah daripada Anas diperselisihkan tentang namanya dan periwayatannya adalah dhaif sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi.

Imam al-Sakhawi pula dan lain-lain ulamak mengatakan : “Hadis ini dhaif berdasarkan kepada dua faktor. Dan Ibn Hibban mengatakan hadis ini hadis yang bathil yang tidak ada sumbernya. Manakala Ibn al-Jauzi menarafkan ia sebagai hadis yang direka. Dan kami memilih atau menuruti pendapat al-Mizzi (Imam al-Hafiz Jamaluddin al-Mizzi yang mengatakan bahawa hadis ini diriwayatkan dengan beberapa riwayat dan apabila dicantumkan dengan sebahagian riwayat yang lain kemungkinan ia mencapai standard hadis hasan. Dan al-Dhahabi mengatakan di dalam Talkhis al-Wahiyat bahawa hadis ini diriwayatkan dengan banyak riwayat. Sebahagian bertaraf waahiyat (amat lemah) dan sebahagiannya sholeh… (baik).” (Abd Rauf al-Munawi, Fayd al-Qadir Syarh Jami’ al-Soghir, Maktabah al-Tijariah al-Kubra : Mesir, Cetakan Pertama, 1306H m/s 543 juz 1)

Tidak cukup dengan keterangan di atas, marilah kita sama-sama meneliti pula apa yang dikemukakan oleh Imam al-Ajlouni di dalam kitabnya Kasyf al-Khafa’ li Muzil al-Ilbas Ketika membahaskan hadis “Menuntut ilmu satu kefardhuan bagi setiap individu muslim” beliau mengatakan : “Hadis riwayat Abi ‘Atikah (pada awal lafaznya) Tuntutlah ilmu walau sehingga ke negeri China dan keduanya (lafaz akhir)” terdapat beberapa komentar. Ibn Abd al-Barr juga meriwayatkan daripada Anas dengan riwayat yang banyak. Tetapi keseluruhannya mempunyai kecacatan dan tiada hujjah padanya dari sudut isnad menurut pakar hadis.”

Katanya lagi : “Menurut al-Bazzar hadis ini diriwayatkan daripada Anas dengan sanad-sanad yang amat lemah. Dan yang paling hasannya ialah apa yang diriwayatkan oleh Ibrahim bin Salam secara mar***** daripada Anas. Dan tidak diketahui orang yang meriwayatkan daripada Ibrahim bin Salam kecuali Abu ‘Asim. Manakala pada perbincangan hadis bab (Bab Ilmu) telah dikemukakan riwayat-riwayat daripada Ubai, Jabir, Huzaifah, al-Hussein bin ‘Ali, Ibn Abbas, IbnUmar, Ali, Ibn Mas’ud, Abu Hurairah, ‘Aisyah, Um Hani’ dan lain-lain. Ringkasnya (menurut kami) ialah berdasarkan apa yang ditakhrijkan oleh al-Iraqi terhadap kitab Ihya’ Ulumuddin karangan al-Ghazali…”

Selanjutnya al-Ajlouni mengulangi pendirian al-Baihaqi terhadap hadis ini. Di samping itu, beliau mengemukakan pendapat Imam Ahmad terhadap hadis ini berdasarkan apa yang dinukilkan daripadanya Ibn al-jauzi di dalam Ilal al-Mutanahiyah dengan katanya : “Hadis ini tidak tsabit sesuatupun berkaitan dengan hadis bab menurut pandangan kami.”

Katanya : “Dan demikian juga pandangan Ishaq Ibn Rahawiyah dan Abu Ali al-Nesyaburi. Manakala Ibn al-Solah mengisyaratkannya sebagai hadis masyhur yang tidak bertaraf sahih. Dan pendapat ini diikuti oleh Imam al-Hakim. Akan tetapi al-Iraqi mengatakan sesetengah ulamak hadis mentashihkannya dengan beberapa isyarat sebagaimana yang dijelaskan beliau dalam ulasan beliau terhadap Ihya’ Ulumuddin.

Katanya lagi : “Imam al-Mizzi pula mengatakan : “Isyarat hadis ini mencapai status hasan sebagaimana yang didapati di dalam Maqasid al-Hasanah. Manakala Ibn Hajar al-Asqalani di dalam al-Lali’ selepas meriwayatkan pelbagai riwayat dari Ali, Ibn Mas’ud, Anas Ibn Umar, Ibn Abbas, Jabir dan Abi Said mengatakan bahawa pada hadis ini terdapat beberapa pandangan.” (Syeikh Ismail b Muhammad al-Ajlouni, Kasyf al-Khafa’ li Muzil al-Ilbas, Cet ke-4 Muassasah al-Risalah, Bayrut, 1405H, tahkik Ahmad al-Qallasy m/s 56-57 juz 2)

Kesimpulannya, berdasarkan keterangan di atas jelaslah kepada kita bahawa hadis : “Tuntutlah ilmu walau ke negeri China ” diriwayatkan dengan banyak riwayat. Sebahagian dari riwayat tersebut berstatus dhaif. Akan tetapi apabila dihimpunkan dengan beberapa riwayat yang dhaif dan didatangkan dengan beberapa syahid (kesaksian) yang lain riwayat dhaif tersebut akan mencapai status hasan.

Manakala beberapa riwayat yang bertaraf amat lemah dan berstatus munkar atau palsu ditolak oleh para ulamak sebagai hujjah dalam kelasnya. Hal ini diputuskan berdasarkan kepada kedudukan kedudukan perawi dalam sanad-sanad yang tersendiri sebagaimana yang diperjelaskan di atas. Dan ketentuan ini amat mudah difahami bagi mereka yang mendalami ilmu hadis. Sayangnya Mufti Baru kita menggunakan metodologi bersifat hukmi semata tanpa tafsili. Iaitu dengan menghukum hadis ini palsu secara total. Apakah ini sati estetika ilmiah yang boleh dikongsi bersama?.

Di samping keterangan menerusi kitab-kitab di atas, banyak lagi keterangan yang boleh dinukilkan di sini melalui beberapa kitab. Antaranya melalui kitab al-Kamil fi Dhua’fa al-Rijal, al-Majruhin,Ttarikh al-Baghdad, al-Tadwin fi Akhbar Qazwin, Kasyf al-Dzunun, Abjad al-Ulum dan lain-lain. Namun penulis menyingkatkan perbincangan untuk memberi focus perbincangan kita. Tetapi penulis tidak teragak-agak untuk menghuraikannya secara lebih lanjut jika keadaan memerlukan.

Selain keperihalan sanad, marilah kita menganalisa sedikit tentang kedudukan matannya. Matan hadis ini adalah jelas berstatus masyhur sebagaimana penjelasan Imam al-Baihaqi. Tidak cukup dengan itu, para ulamak tidak lupa untuk menghuraikan matan hadis ini. Buktinya, Imam Al-Ajouni ketika menukilkan huraian al-Baihaqi dengan katanya : “Hadis ini (menuntut kita) untuk mempelajari ilmu yang bersifat umum yang mana seseorang tidak patut jahil mengenainya. Ataupun ia bermaksud satu tuntutan menimba ilmu-ilmu yang bersifat khusus. Atau yang dimaksudkan dengan tuntutan “Menuntut ilmu satu kefardhuan bagi setiap individu muslim” sehingga seseorang itu mampu melaksanakan tuntutan yang memenuhi keatas dirinya…”

Selain huraian Ibn Abd al-Barr, al-Baihaqi, al-Ajlouni, al-Munawi,al- Sakhawi, hadis ini juga turut dihurai oleh Imam Abdullah ‘Alawi al-Haddad di dalam Nasha ih’ al-Diniyyah wa Wasoya al-Imaniyyah. Dan intisari kitab ini pula diajarkan oleh Tuan-tuan Guru dan Ustaz-ustaz kita. Apakah aktiviti seperti ini dikira sebagai penyampai hadis palsu. Maka buatlah pemerhatian yang sebaik-baiknya sebelum melontarkan tuduhan terhadap sesuatu perkara.

Secara realitinya pula, matan hadis ini tepat dengan apa yang berlaku pada hari ini. Walaupun Rasulullah SAW tidak pernah sampai ke negeri China , namun wawasan pemikiran Baginda SAW terlebih dulu sampai ke sana . Bukankah China dulu dan kini terkenal dengan industri pembuatan tembikar/kaca, kertas, kain sutera, jarum, barangan mainan, produk pertanian dan barangan tiruan.

Malah dunia mana pada hari ini tidak diduduki orang cina. Dan terbukti pada hari ini bahawa orang cina yang menguasai ekonomi sehingga ekonomi Amerika pun turut tergugat dengan peranan yang dimainkan China . Mereka yang menjadi gergasi Ekonomi di alaf baru. Justeru, apa salahnya kita mempelajari sikap yang baik, disiplin, kemahiran dan teknologi mereka. Tuan Mufti sendiri ada menyentuh hakikat ini pada tulisan di akhbar Berita Harian pada 4hb. Namun pada tulisan 5hb Januari 2007 beliau sendiri menulis di bawah sedar.

Kesimpulannya, semua keterangan ini membuktikan kepada kita bahawa para ulamak tidak seia sekata dalam menentukan hadis ini. Apa yang jelas ialah status hadis ini ditentukan berdasarkan kepada susur galur periwayatan sanad-sanadnya yang banyak. Hasilnya, ada riwayat yang berstatus dhaif dan palsu. Walaupun dhaif jika dihimpunkan dengan beberapa periwayatan dan kesaksian yang lain ia akan mencapai taraf hasan. Apabila ia bertaraf dhaif ataupun hasan ternyata ia boleh diamalkan menerusi disiplin ilmu hadis.

Buktinya, Al-Imam al-Nawawi –secara masyhur- di dalam al-Arba’in mengatakan bahawa para fuqaha’ dan muhaddithin telah bersepakat untuk menerima pakai hadis dhaif dalam bab Fadha’il a’mal (kelebihan untuk beramal) dan Bab Etika serta tidak ianya tidak berstatus palsu. Justeru, jika Tuan Mufti mendakwa ianya palsu mengapa Tuan Mufti tidak memperincikan sanad-sanadnya yang palsu itu sebagaimana menurut disiplin ilmu hadis.

Sayangnya, Mufti Baru kita seakan sengaja menyembunyikan fakta ini. Dimana nilai kesarjanaan yang dilaung-laungkannya . Amat malang , kerana berasaskan kepada fakta yang disembunyikan ini, beliau membuat kecaman terbuka terhadap Tuan-tuan Guru dan Ustaz-ustaz kita bahawa kebanyakkan mereka menyampaikan ilmu agama dengan hadis palsu.

Senario ini sedikit sebanyak mendatangkan fitnah kepada mereka. Masya Allah. Jika ada benarnya dakwaan Mufti baru ini, saya meminta Tuan Mufti kemukakan butiran individu tersebut, lokasi pengajaran mereka, sanad dan matan yang dibawa mereka untuk dimuzakarahkan. Hal ini penting supaya Tuan Mufti tidak menuduh secara sembarangan. Dan maruah Tuan Mufti tidak tercemar di mata masyarakat. Walaupun asas untuk mendakwa bahawa hadis ini sebagai hadis yang palsu ada. Tetapi asas al-Bazzar, Ibn Hibban dan Ibn al-Jauzi itu berteraskan kepada perawi yang dikritik mereka. Manakala perawi yang dikritik pula dipandang sebagai dhaif oleh majority ulamak yang lain. Akhirnya menimbulkan kekhilafan dalam penarafan hadis. Justeru, perselisihan ini tidak wajar dijadikan asas untuk dimuktamadkan sebagai hadis palsu. Apatah lagi ia hendak digunakan sebagai hujjah untuk menuduh pihak yang tidak sependapat dengan kita.

Nampaknya, mutiara-mutiara ilmiah dan hikmah kita semakin hilang apabila institusi agama diterajui oleh mereka yang jahil dalam disiplin ilmu ini. Lantaran itu, tidak hairanlah jikalau ada suara-suara sumbang yang mengkritik ulamak dan pendakwah secara menghina bukannya bersifat membina. Dan tidak syak bahawa inilah seni penyelewengan yang terhormat dalam agama. Semoga Allah mengurniakan hidayah kepada kita semua terhadap apa yang disukai lagi diredhaiNya.

read more

Islam Masuk ke Nusantara Saat Rasulullaah Saw Masih Hidup

Islam masuk ke Nusantara dibawa para pedagang dari Gujarat, India, di abad ke 14 Masehi. Teori masuknya Islam ke Nusantara dari Gujarat ini disebut juga sebagai Teori Gujarat. Demikian menurut buku-buku sejarah yang sampai sekarang masih menjadi buku pegangan bagi para pelajar kita, dari tingkat sekolah dasar hingga lanjutan atas, bahkan di beberapa perguruan tinggi.

Namun, tahukah Anda bahwa Teori Gujarat ini berasal dari seorang orientalis asal Belanda yang seluruh hidupnya didedikasikan untuk menghancurkan Islam? Orientalis ini bernama Snouck Hurgronje, yang demi mencapai tujuannya, ia mempelajari bahasa Arab dengan sangat giat, mengaku sebagai seorang Muslim, dan bahkan mengawini seorang Muslimah, anak seorang tokoh di zamannya.

Menurut sejumlah pakar sejarah dan juga arkeolog, jauh sebelum Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, telah terjadi kontak dagang antara para pedagang Cina, Nusantara, dan Arab. Jalur perdagangan selatan ini sudah ramai saat itu.

Mengutip buku Gerilya Salib di Serambi Makkah (Rizki Ridyasmara, Pustaka Alkautsar, 2006) yang banyak memaparkan bukti-bukti sejarah soal masuknya Islam di Nusantara, Peter Bellwood, Reader in Archaeology di Australia National University, telah melakukan banyak penelitian arkeologis di Polynesia dan Asia Tenggara.

Bellwood menemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa sebelum abad kelima masehi, yang berarti Nabi Muhammad SAW belum lahir, beberapa jalur perdagangan utama telah berkembang menghubungkan kepulauan Nusantara dengan Cina. Temuan beberapa tembikar Cina serta benda-benda perunggu dari zaman Dinasti Han dan zaman-zaman sesudahnya di selatan Sumatera dan di Jawa Timur membuktikan hal ini.

Dalam catatan kakinya Bellwood menulis, “Museum Nasional di Jakarta memiliki beberapa bejana keramik dari beberapa situs di Sumatera Utara. Selain itu, banyak barang perunggu Cina, yang beberapa di antaranya mungkin bertarikh akhir masa Dinasti Zhou (sebelum 221 SM), berada dalam koleksi pribadi di London. Benda-benda ini dilaporkan berasal dari kuburan di Lumajang, Jawa Timur, yang sudah sering dijarah…” Bellwood dengan ini hendak menyatakan bahwa sebelum tahun 221 SM, para pedagang pribumi diketahui telah melakukan hubungan dagang dengan para pedagang dari Cina.

Masih menurutnya, perdagangan pada zaman itu di Nusantara dilakukan antar sesama pedagang, tanpa ikut campurnya kerajaan, jika yang dimaksudkan kerajaan adalah pemerintahan dengan raja dan memiliki wilayah yang luas. Sebab kerajaan Budha Sriwijaya yang berpusat di selatan Sumatera baru didirikan pada tahun 607 Masehi (Wolters 1967; Hall 1967, 1985). Tapi bisa saja terjadi, “kerajaan-kerajaan kecil” yang tersebar di beberapa pesisir pantai sudah berdiri, walau yang terakhir ini tidak dijumpai catatannya.

Di Jawa, masa sebelum masehi juga tidak ada catatan tertulisnya. Pangeran Aji Saka sendiri baru “diketahui” memulai sistem penulisan huruf Jawi kuno berdasarkan pada tipologi huruf Hindustan pada masa antara 0 sampai 100 Masehi. Dalam periode ini di Kalimantan telah berdiri Kerajaan Hindu Kutai dan Kerajaan Langasuka di Kedah, Malaya. Tarumanegara di Jawa Barat baru berdiri tahun 400-an Masehi. Di Sumatera, agama Budha baru menyebar pada tahun 425 Masehi dan mencapai kejayaan pada masa Kerajaan Sriwijaya.

Temuan G. R Tibbets

Adanya jalur perdagangan utama dari Nusantara—terutama Sumatera dan Jawa—dengan Cina juga diakui oleh sejarahwan G. R. Tibbetts. Bahkan Tibbetts-lah orang yang dengan tekun meneliti hubungan perniagaan yang terjadi antara para pedagang dari Jazirah Arab dengan para pedagang dari wilayah Asia Tenggara pada zaman pra Islam. Tibbetts menemukan bukti-bukti adanya kontak dagang antara negeri Arab dengan Nusantara saat itu.

“Keadaan ini terjadi karena kepulauan Nusantara telah menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang Arab yang berlayar ke negeri Cina sejak abad kelima Masehi, ” tulis Tibbets. Jadi peta perdagangan saat itu terutama di selatan adalah Arab-Nusantara-China.

Sebuah dokumen kuno asal Tiongkok juga menyebutkan bahwa menjelang seperempat tahun 700 M atau sekitar tahun 625 M—hanya berbeda 15 tahun setelah Rasulullah menerima wahyu pertama atau sembilan setengah tahun setelah Rasulullah berdakwah terang-terangan kepada bangsa Arab—di sebuah pesisir pantai Sumatera sudah ditemukan sebuah perkampungan Arab Muslim yang masih berada dalam kekuasaan wilayah Kerajaan Budha Sriwijaya.

Di perkampungan-perkampungan ini, orang-orang Arab bermukim dan telah melakukan asimilasi dengan penduduk pribumi dengan jalan menikahi perempuan-perempuan lokal secara damai. Mereka sudah beranak–pinak di sana. Dari perkampungan-perkampungan ini mulai didirikan tempat-tempat pengajian al-Qur’an dan pengajaran tentang Islam sebagai cikal bakal madrasah dan pesantren, umumnya juga merupakan tempat beribadah (masjid).

Temuan ini diperkuat Prof. Dr. HAMKA yang menyebut bahwa seorang pencatat sejarah Tiongkok yang mengembara pada tahun 674 M telah menemukan satu kelompok bangsa Arab yang membuat kampung dan berdiam di pesisir Barat Sumatera. Ini sebabnya, HAMKA menulis bahwa penemuan tersebut telah mengubah pandangan orang tentang sejarah masuknya agama Islam di Tanah Air. HAMKA juga menambahkan bahwa temuan ini telah diyakini kebenarannya oleh para pencatat sejarah dunia Islam di Princetown University di Amerika.

Pembalseman Firaun Ramses II Pakai Kapur Barus Dari Nusantara

Dari berbagai literatur, diyakini bahwa kampung Islam di daerah pesisir Barat Pulau Sumatera itu bernama Barus atau yang juga disebut Fansur. Kampung kecil ini merupakan sebuah kampung kuno yang berada di antara kota Singkil dan Sibolga, sekitar 414 kilometer selatan Medan. Di zaman Sriwijaya, kota Barus masuk dalam wilayahnya. Namun ketika Sriwijaya mengalami kemunduran dan digantikan oleh Kerajaan Aceh Darussalam, Barus pun masuk dalam wilayah Aceh.

Amat mungkin Barus merupakan kota tertua di Indonesia mengingat dari seluruh kota di Nusantara, hanya Barus yang namanya sudah disebut-sebut sejak awal Masehi oleh literatur-literatur Arab, India, Tamil, Yunani, Syiria, Armenia, China, dan sebagainya.

Sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus, salah seorang Gubernur Kerajaan Yunani yang berpusat di Aleksandria Mesir, pada abad ke-2 Masehi, juga telah menyebutkan bahwa di pesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang dikenal menghasilkan wewangian dari kapur barus.

Bahkan dikisahkan pula bahwa kapur barus yang diolah dari kayu kamfer dari kota itu telah dibawa ke Mesir untuk dipergunakan bagi pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II atau sekitar 5. 000 tahun sebelum Masehi!

Berdasakan buku Nuchbatuddar karya Addimasqi, Barus juga dikenal sebagai daerah awal masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad ke-7 Masehi. Sebuah makam kuno di kompleks pemakaman Mahligai, Barus, di batu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi. Ini memperkuat dugaan bahwa komunitas Muslim di Barus sudah ada pada era itu.

Sebuah Tim Arkeolog yang berasal dari Ecole Francaise D’extreme-Orient (EFEO) Perancis yang bekerjasama dengan peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua-Barus, telah menemukan bahwa pada sekitar abad 9-12 Masehi, Barus telah menjadi sebuah perkampungan multi-etnis dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan sebagainya.

Tim tersebut menemukan banyak benda-benda berkualitas tinggi yang usianya sudah ratusan tahun dan ini menandakan dahulu kala kehidupan di Barus itu sangatlah makmur.

Di Barus dan sekitarnya, banyak pedagang Islam yang terdiri dari orang Arab, Aceh, dan sebagainya hidup dengan berkecukupan. Mereka memiliki kedudukan baik dan pengaruh cukup besar di dalam masyarakat maupun pemerintah (Kerajaan Budha Sriwijaya). Bahkan kemudian ada juga yang ikut berkuasa di sejumlah bandar. Mereka banyak yang bersahabat, juga berkeluarga dengan raja, adipati, atau pembesar-pembesar Sriwijaya lainnya. Mereka sering pula menjadi penasehat raja, adipati, atau penguasa setempat. Makin lama makin banyak pula penduduk setempat yang memeluk Islam. Bahkan ada pula raja, adipati, atau penguasa setempat yang akhirnya masuk Islam. Tentunya dengan jalan damai. Sejarahwan T. W. Arnold dalam karyanya “The Preaching of Islam” (1968) juga menguatkan temuan bahwa agama Islam telah dibawa oleh mubaligh-mubaligh Islam asal jazirah Arab ke Nusantara sejak awal abad ke-7 M.

Setelah abad ke-7 M, Islam mulai berkembang di kawasan ini, misal, menurut laporan sejarah negeri Tiongkok bahwa pada tahun 977 M, seorang duta Islam bernama Pu Ali (Abu Ali) diketahui telah mengunjungi negeri Tiongkok mewakili sebuah negeri di Nusantara (F. Hirth dan W. W. Rockhill (terj), Chau Ju Kua, His Work On Chinese and Arab Trade in XII Centuries, St. Petersburg: Paragon Book, 1966, hal. 159).

Bukti lainnya, di daerah Leran, Gresik, Jawa Timur, sebuah batu nisan kepunyaan seorang Muslimah bernama Fatimah binti Maimun bertanggal tahun 1082 telah ditemukan. Penemuan ini membuktikan bahwa Islam telah merambah Jawa Timur di abad ke-11 M (S. Q. Fatini, Islam Comes to Malaysia, Singapura: M. S. R.I., 1963, hal. 39).

Dari bukti-bukti di atas, dapat dipastikan bahwa Islam telah masuk ke Nusantara pada masa Rasulullah masih hidup. Secara ringkas dapat dipaparkan sebagai berikut: Rasululah menerima wahyu pertama di tahun 610 M, dua setengah tahun kemudian menerima wahyu kedua (kuartal pertama tahun 613 M), lalu tiga tahun lamanya berdakwah secara diam-diam—periode Arqam bin Abil Arqam (sampai sekitar kuartal pertama tahun 616 M), setelah itu baru melakukan dakwah secara terbuka dari Makkah ke seluruh Jazirah Arab.

Menurut literatur kuno Tiongkok, sekitar tahun 625 M telah ada sebuah perkampungan Arab Islam di pesisir Sumatera (Barus). Jadi hanya 9 tahun sejak Rasulullah SAW memproklamirkan dakwah Islam secara terbuka, di pesisir Sumatera sudah terdapat sebuah perkampungan Islam.

Selaras dengan zamannya, saat itu umat Islam belum memiliki mushaf Al-Qur’an, karena mushaf Al-Qur’an baru selesai dibukukan pada zaman Khalif Utsman bin Affan pada tahun 30 H atau 651 M. Naskah Qur’an pertama kali hanya dibuat tujuh buah yang kemudian oleh Khalif Utsman dikirim ke pusat-pusat kekuasaan kaum Muslimin yang dipandang penting yakni (1) Makkah, (2) Damaskus, (3) San’a di Yaman, (4) Bahrain, (5) Basrah, (6) Kuffah, dan (7) yang terakhir dipegang sendiri oleh Khalif Utsman.

Naskah Qur’an yang tujuh itu dibubuhi cap kekhalifahan dan menjadi dasar bagi semua pihak yang berkeinginan menulis ulang. Naskah-naskah tua dari zaman Khalifah Utsman bin Affan itu masih bisa dijumpai dan tersimpan pada berbagai museum dunia. Sebuah di antaranya tersimpan pada Museum di Tashkent, Asia Tengah.

Mengingat bekas-bekas darah pada lembaran-lembaran naskah tua itu maka pihak-pihak kepurbakalaan memastikan bahwa naskah Qur’an itu merupakan al-Mushaf yang tengah dibaca Khalif Utsman sewaktu mendadak kaum perusuh di Ibukota menyerbu gedung kediamannya dan membunuh sang Khalifah.

Perjanjian Versailes (Versailes Treaty), yaitu perjanjian damai yang diikat pihak Sekutu dengan Jerman pada akhir Perang Dunia I, di dalam pasal 246 mencantumkan sebuah ketentuan mengenai naskah tua peninggalan Khalifah Ustman bin Affan itu yang berbunyi: (246) Di dalam tempo enam bulan sesudah Perjanjian sekarang ini memperoleh kekuatannya, pihak Jerman menyerahkan kepada Yang Mulia Raja Hejaz naskah asli Al-Qur’an dari masa Khalif Utsman, yang diangkut dari Madinah oleh pembesar-pembesar Turki, dan menurut keterangan, telah dihadiahkan kepada bekas Kaisar William II (Joesoef Sou’yb, Sejarah Khulafaur Rasyidin, Bulan Bintang, cet. 1, 1979, hal. 390-391).

Sebab itu, cara berdoa dan beribadah lainnya pada saat itu diyakini berdasarkan ingatan para pedagang Arab Islam yang juga termasuk para al-Huffadz atau penghapal al-Qur’an.

Menengok catatan sejarah, pada seperempat abad ke-7 M, kerajaan Budha Sriwijaya tengah berkuasa atas Sumatera. Untuk bisa mendirikan sebuah perkampungan yang berbeda dari agama resmi kerajaan—perkampungan Arab Islam—tentu membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum diizinkan penguasa atau raja. Harus bersosialisasi dengan baik dulu kepada penguasa, hingga akrab dan dipercaya oleh kalangan kerajaan maupun rakyat sekitar, menambah populasi Muslim di wilayah yang sama yang berarti para pedagang Arab ini melakukan pembauran dengan jalan menikahi perempuan-perempuan pribumi dan memiliki anak, setelah semua syarat itu terpenuhi baru mereka—para pedagang Arab Islam ini—bisa mendirikan sebuah kampung di mana nilai-nilai Islam bisa hidup di bawah kekuasaan kerajaan Budha Sriwijaya.

Perjalanan dari Sumatera sampai ke Makkah pada abad itu, dengan mempergunakan kapal laut dan transit dulu di Tanjung Comorin, India, konon memakan waktu dua setengah sampai hampir tiga tahun. Jika tahun 625 dikurangi 2, 5 tahun, maka yang didapat adalah tahun 622 Masehi lebih enam bulan. Untuk melengkapi semua syarat mendirikan sebuah perkampungan Islam seperti yang telah disinggung di atas, setidaknya memerlukan waktu selama 5 hingga 10 tahun.

Jika ini yang terjadi, maka sesungguhnya para pedagang Arab yang mula-mula membawa Islam masuk ke Nusantara adalah orang-orang Arab Islam generasi pertama para shahabat Rasulullah, segenerasi dengan Ali bin Abi Thalib r. A..

Kenyataan inilah yang membuat sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara sangat yakin bahwa Islam masuk ke Nusantara pada saat Rasulullah masih hidup di Makkah dan Madinah. Bahkan Mansyur Suryanegara lebih berani lagi dengan menegaskan bahwa sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul, saat masih memimpin kabilah dagang kepunyaan Khadijah ke Syam dan dikenal sebagai seorang pemuda Arab yang berasal dari keluarga bangsawan Quraisy yang jujur, rendah hati, amanah, kuat, dan cerdas, di sinilah ia bertemu dengan para pedagang dari Nusantara yang juga telah menjangkau negeri Syam untuk berniaga.

“Sebab itu, ketika Muhammad diangkat menjadi Rasul dan mendakwahkan Islam, maka para pedagang di Nusantara sudah mengenal beliau dengan baik dan dengan cepat dan tangan terbuka menerima dakwah beliau itu, ” ujar Mansyur yakin.

Dalam literatur kuno asal Tiongkok tersebut, orang-orang Arab disebut sebagai orang-orang Ta Shih, sedang Amirul Mukminin disebut sebagai Tan mi mo ni’. Disebutkan bahwa duta Tan mi mo ni’, utusan Khalifah, telah hadir di Nusantara pada tahun 651 Masehi atau 31 Hijriah dan menceritakan bahwa mereka telah mendirikan Daulah Islamiyah dengan telah tiga kali berganti kepemimpinan. Dengan demikian, duta Muslim itu datang ke Nusantara di perkampungan Islam di pesisir pantai Sumatera pada saat kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan (644-656 M). Hanya berselang duapuluh tahun setelah Rasulullah SAW wafat (632 M).

Catatan-catatan kuno itu juga memaparkan bahwa para peziarah Budha dari Cina sering menumpang kapal-kapal ekspedisi milik orang-orang Arab sejak menjelang abad ke-7 Masehi untuk mengunjungi India dengan singgah di Malaka yang menjadi wilayah kerajaan Budha Sriwijaya.

Gujarat Sekadar Tempat Singgah

Jelas, Islam di Nusantara termasuk generasi Islam pertama. Inilah yang oleh banyak sejarawan dikenal sebagai Teori Makkah. Jadi Islam di Nusantara ini sebenarnya bukan berasal dari para pedagang India (Gujarat) atau yang dikenal sebagai Teori Gujarat yang berasal dari Snouck Hurgronje, karena para pedagang yang datang dari India, mereka ini sebenarnya berasal dari Jazirah Arab, lalu dalam perjalanan melayari lautan menuju Sumatera (Kutaraja atau Banda Aceh sekarang ini) mereka singgah dulu di India yang daratannya merupakan sebuah tanjung besar (Tanjung Comorin) yang menjorok ke tengah Samudera Hindia dan nyaris tepat berada di tengah antara Jazirah Arab dengan Sumatera.

Bukalah atlas Asia Selatan, kita akan bisa memahami mengapa para pedagang dari Jazirah Arab menjadikan India sebagai tempat transit yang sangat strategis sebelum meneruskan perjalanan ke Sumatera maupun yang meneruskan ekspedisi ke Kanton di Cina. Setelah singgah di India beberapa lama, pedagang Arab ini terus berlayar ke Banda Aceh, Barus, terus menyusuri pesisir Barat Sumatera, atau juga ada yang ke Malaka dan terus ke berbagai pusat-pusat perdagangan di daerah ini hingga pusat Kerajaan Budha Sriwijaya di selatan Sumatera (sekitar Palembang), lalu mereka ada pula yang melanjutkan ekspedisi ke Cina atau Jawa.

Disebabkan letaknya yang sangat strategis, selain Barus, Banda Aceh ini telah dikenal sejak zaman dahulu. Rute pelayaran perniagaan dari Makkah dan India menuju Malaka, pertama-tama diyakini bersinggungan dahulu dengan Banda Aceh, baru menyusuri pesisir barat Sumatera menuju Barus. Dengan demikian, bukan hal yang aneh jika Banda Aceh inilah yang pertama kali disinari cahaya Islam yang dibawa oleh para pedagang Arab. Sebab itu, Banda Aceh sampai sekarang dikenal dengan sebutan Serambi Makkah.

read more

Indahnya ILMU

Syarat-syarat mencari ilmu yang bermanfa'at

الا لا تنال العلم الا بستة سأنبيك عن مجموعها ببيان
ذكاء وحرص واصطباروبلغة وارشاد استاذ وطول زمان

Ingatlah..... tidak akan kalian mendapatkan ilmu yang manfaat kecuali dengan 6[enam] syarat, yaitu cerdas,semangat,sabar,biaya,petunjuk ustadz dan lama

Ilmu yang manfaat adalah ilmu yang bisa menghantarkan pemiliknya pada ketakwaan kepada Allah subhanahu wataala,ilmu yang adalah nur ilahi yang hanya diperuntukkan bagi hamba-hambanya yang soleh, ilmu manfaat inilah yang tidak mungkin bisa di dapatkan kecuali dengan adanya 6 syarat yang harus di lengkapi para pencarinya, adapaun 6 syarat tersebut adalah :

1. Cerdas, artinya kemampuan untuk menangkap ilmu, bukan berarti IQ harus tinggi,walaupun dalam mencari ilmu IQ yang tinggi sangat menentukan sekali, asal akalnya mampu menangkap ilmu maka berarti sudah memenuhi syarat pertama ini, berbeda dengan orang gila atau orang yang ideot yang memang akalnya sudah tidak bisa menerima ilmu maka sulitlah mereka mendapatkan ilmu manfaat, namun perlu di ingat bahwa kecerdasan adalah bukan sesuatu yang tidak bisa meningkat,kalau menurut orang-orang tua, akal kita adalah laksana pedang,semakin sering di asah dan di pergunakan maka pedang akan semakin mengkilat dan tajam,adapun bila di diamkan maka akan karatan dan tumpul,begitupula akal kita semakin sering dibuat untuk berfikir dan mengaji maka akal kita akan semakin tajam daya tangkapnya dan bila di biarkan maka tumpul tidak akan mampu menerima ilmu apapun juga.

2. Semangat, artinya sungguh-sungguh dengan bukti ketekunan, mencari ilmu tanpa kesemangatan dan ketekunan tidak akan menghasilkan apa-apa,ilmu apalagi ilmu agama adalah sesuatu yang mulia yang tidak akan dengan mudah bisa di dapatkan,oleh karenanya banyak orang mencari ilmu tapi yang berhasil sangat sedikit di banding yang tidak berhasil,kenapa?..karena mencari ilmu itu sulit, apa yang kemarin di hafalkan belum tentu sekarang masih bisa hafal,padahal apa yang di hafal kemarin masih berhubungan dengan pelajaran hari ini, ahirnya pelajaran hari inipun berantakan karena hilangnya pelajaran kemarin,maka tanpa kesemangatan dan ketekunan sangat sulit kita mendapatkan apa yang seharusnya kirta dapatkan dalam tolabulilmi.

3. Sabar, artinya tabah menghadapi cobaan dan ujian dalam mencari ilmu, orang yang mencari ilmu adalah orang yang mencari jalan lurus menuju penciptanya, oleh karena itu syetan sangat membenci pada mereka,apa yang di kehendaki syetan adalah agar tidak ada orang yang mencari ilmu,tidak ada orang yang akan mengajarkan pada umat bagaimana cara beribadah dan orang yang akan menasehti umat agar tidak tergelincir kemaksiatan,maka syetan sangat bernafsu sekali menggoda pelajar agar gagal dalam pelajarannya,digodanya mereka dengan suka pada lawan jenis,dengan kemelaratan,dan lain-lain .

4. Biaya, artinya orang mengaji perlu biaya seperti juga setiap manusia hidup yang memerlukannya, tapi jangan di faham harus punya uang apalagi uang yang banyak,biaya disini hanya kebutuhan kita makan minum sandang dan papan secukupnya,pun tidak harus merupakan bekal materi, dalam sejarah kepesantrenan dari zaman sahabat nabi sampai zaman ulama terkemuka kebanyakan para santrinya adalah orang-orang yang tidak mampu,seperti Abu hurairoh sahabat Nabi seorang perawi hadist terbanyak adalah orang yang sangfat fakir,imam syafi'i adalah seorang yatim yang papa, dan banyak lagi kasus contohnya,biaya disini bisa dengan mencari sambil khidmah atau bekerja yang tidak mengganggu belajar,

5. Petunjuk ustadz, artinya orang mengaji harus digurukan tidak boleh dengan belajar sendiri,ilmu agama adalah warisan para nabi bukan barang hilang yang bisa di cari di kitab-kitab, dalam sebuah makalah [ saya tidak tahu apakah ini hadis atau sekedar kata-kata ulama] barang siapa belajar tanpa guru maka gurunya adalah syetan, dan ada pula makalah لقال من قال بماشاء السند لولا andai tidak ada sanad [pertalian murid dan guru] maka akan berkata orang yang berkata[tentang agama] sekehendak hatinya. Kita bisa melihat sejarah penurunan wahyu dan penyampaiannya kepada para sahabat,betapa Nabi setiap bulan puasa menyimakkan Al-Qur'an kepada jibril dan sebaliknya, kemudian Nabi menyampaikan kepada para sahabat,sahabat menyampaikan kepada para tabi'in, lalu para tabi'in menyampaikan pada tabi'i at-tabi'in dan seterusnya kepada ulama salaf,lalu ulama kholaf, lalu ulama mutaqoddimin lalu ulama muta'akhirin dan seterusnya sampai pada umat sekarang ini, jadi ilmu yang kita terima sekarang ini adalah ilmu yang bersambung sampai Nabi dan sampai kepada Allah subhanahu wa ta'ala, jadi sangat jelas sekali bahwa orang yang belajar harus lewat bimbingan seorang guru,guru yang bisa menunjukkan apa yang dikehendaki oleh sebuah pernyataan dalam sebuah ayat atau hadis atau ibarat kitab salaf, karena tidak semua yang tersurat mencerminkan apa yang tersirat dalam pernyatan,

6. Lama, artinya orang belajar perlu waktu yang lama,lama disini bukan berarti tanpa target,sebab orang belajar harus punya target,tanpa target akan hampa dan malaslah kita belajar
read more